Etika Bisnis Syariah, TEORI ETIKA BERDASARKAN PERSPEKTIF ISLAM

TEORI ETIKA BERDASARKAN PERSPEKTIF ISLAM



ETIKA BISNIS

Secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti sikap, cara berpikir, kebiasaan, adat, akhlak, perasaan dan watak kesusilaan. Pengertian etika adalah a code or set of principles which people live (kaidah atau seperangkat prinsip yang mengatur hidup manusia).


DASAR-DASAR ETIKA EKONOMI ISLAM 

Fenomena menarik di kalangan umat Islam saat ini adalah terdapat realitas bahwa masyarakat muslim relatif tertinggal secara ekonomi dari pada masyarakat nonmuslim sehingga melahirkan stigma berpikir yang kolektif dan cita-cita untuk membangun tatanan ekonomi yang berdasarkan etika ekonomi Islam. 

Tujuan etika Islam menurut kerangka berpikir filsafat adalah memperoleh suatu kesamaan ide bagi seluruh manusia di setiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku baik dan buruk sejauhmana dapat dicapai dan diketahui menurut akal pikirank manusia (Annabhani, 1996: 52). Namun demikian, untuk mencapai tujuan tersebut, etika ekonomi Islam mengalami kesulitan karena pandangan masing-masing golongan di dunia ini berbeda-beda perihal standar normatif baik dan buruk. Masing-masing mempunyai ukuran dan kriteria yang berbeda-beda pula. 
Nilai-nilai etika ekonomi Islam yang terangkum dalam ajaran filsafat ekonomi Islam adalah terdapat dua prinsip pokok, yaitu sebagai berikut: 

  1. TAUHID mengajarkan manusia tentang bagaimana mengakui keesaan Allah sehingga terdapat suatu konsekuensi bahwa keyakinan terhadap segala sesuatu hendaknya berawal dan berakhir hanya kepada Allah Swt. 
  2. PRINSIP KESEIMBANGAN mengajarkan manusia tentang bagaimana meyakini segala sesuatu yang diciptakan Allah dalam keadaan seimbang dan serasi.

ETIKA BISNIS DAN KINERJA PERUSAHAAN 
Hubungan antara etika bisnis dan kinerja finansial telah menjadi isu penting dalam dunia bisnis selama kurang lebih 25 tahun. Meskipun sejumlah peneliti telah menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara etika dan kinerja finansial, sedikit peneliti lainnya menemukan bahwa hubungan antara keduanya bisa jadi terbukti atau tidak terbukti. Menurut Bernard Schwab, menjadi etis tidaklah mudah, dan bisa jadi mahal karena perusahaan harus kehilangan uang untuk menjalankan CSR (Corporate Social Responsibility), disamping itu perusahaan juga harus melakukan pelatihan kode etik atau programprogram internal lainnya untuk memperkuat etika di perusahaan. Agar perusahaan bisa eksis dalam jangka panjang maka, perusahaan harus menerapkan etika dalam bisnisnya. Dengan adanya etika, para pelanggan akan lebih percaya pada perusahaan. Kepercayaan ini akan menimbulkan komitmen dan loyalitas. Sedangkan para pekerja akan setia bekerja melayani perusahaan yang bersikap adil dan menghargai pekerja. Intinya, perusahaan yang menerapkan etika akan memiliki keunggulan kompetitif dibanding perusahan yang tidak beretika.


ETIKA DALAM PERSPEKTIF ISLAM 
Islam menempatkan nilai etika di tempat yang paling tinggi. Pada dasarnya, Islam diturunkan sebagai kode perilaku moral dan etika bagi kehidupan manusia, seperti yang disebutkan dalam hadis: “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. Dalam Islam, etika (akhlak) sebagai cerminan kepercayaan Islam (iman). Etika Islam memberi sanksi internal yang kuat serta otoritas pelaksana dalam menjalankan standar etika. Jadi, Islam menjadi sumber nilai dan etika dalam segala aspek kehidupan manusia secara menyeluruh, termasuk dalam dunia bisnis Al-Qur’an memberi pentunjuk agar dalam bisnis tercipta hubungan yang harmonis, saling ridha, tidak ada unsur eksploitasi dan bebas dari kecurigaan atau penipuan, seperti keharusan membuat administrasi dalam transaksi kredit.

PRINSIP-PRINSIP ETIKA BISNIS MENURUT AL-QUR’AN :
  1. Melarang bisnis yang dilakukan dengan proses kebatilan.  
  2. Bisnis tidak boleh mengandung unsur riba 
  3. Kegiatan bisnis juga memiliki fungsi sosial baik melalui zakat dan sedekah. 
  4. Melarang pengurangan hak atas suatu barang atau komoditas yang didapat atau diproses dengan media takaran atau timbangan karena merupakan bentuk kezaliman. 
  5. Menjunjung tinggi nilainilai keseimbangan baik ekonomi maupun sosial, keselamatan dan kebaikan serta tidak menyetujui kerusakan dan ketidakadilan. 
  6. Pelaku bisnis dilarang berbuat zalim (curang) baik bagi dirinya sendiri maupun kepada pelaku bisnis yang lain.

PETUNJUK MENGENAI ETIKA BISNIS MENURUT RASULULLAH SAW : 
  1. Bahwa prinsip penting dalam bisnis adalah kejujuran 
  2. Kesadaran tentang pentingnya kegiatan sosial dalam bisnis 
  3. Tidak melakukan sumpah palsu. 
  4. Ramah-tamah seorang palaku bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis. 
  5. Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut. 
  6. Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. 
  7. Tidak melakukan ihtikar. Ihtikar ialah menumpuk dan menyimpan barang dalam waktu tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh. 
  8. Takaran, ukuran dan timbangan yang benar. 
  9. Bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah, “Orang yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan shalat dan membayar zakat.  
  10. Membayar upah sebelum keringat karyawan kering.
  11. Tidak ada monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. 
  12. Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi bahaya (mudharat) yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial. 
  13. Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. 
  14. Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan 
  15. Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah memuji seorang muslim yang memiliki perhatian serius dalam pelunasan hutangnya. 
  16. Memberi tenggang waktu apabila pengutang belum mampu membayar. 
  17. Bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba.

PRINSIP DASAR ETIKA ISLAMI DAN PRAKTEKNYA DALAM BISNIS 

1. Unity (Kesatuan) 
Merupakan refleksi konsep tauhid yang memadukan seluruh aspek kehidupan baik ekonomi, sosial, politik budaya menjadi keseluruhan yang homogen, konsisten dan teratur. Adanya dimensi vertikal (manusia dengan penciptanya) dan horizontal (sesama manusia).
Prakteknya dalam bisnis: 
  • Tidak ada diskriminasi baik terhadap pekerja, penjual, pembeli, serta mitra kerja lainnya (QS. 49:13). 
  • Terpaksa atau dipaksa untuk menaati Allah SWT (QS. 6:163) 
  • Meninggalkan perbuatan yang tidak beretika dan mendorong setiap individu untuk bersikap amanah karena kekayaan yang ada merupakan amanah Allah (QS. 18:46) 
  • Tidak ada diskriminasi baik terhadap pekerja, penjual, pembeli, serta mitra kerja lainnya (QS. 49:13). 
  • Terpaksa atau dipaksa untuk menaati Allah SWT (QS. 6:163) 
  • Meninggalkan perbuatan yang tidak beretika dan mendorong setiap individu untuk bersikap amanah karena kekayaan yang ada merupakan amanah Allah (QS. 18:46)
2. EQUILIBRIUM (KESEIMBANGAN) 
Keseimbangan, kebersamaan, dan kemoderatan merupakan prinsip etis yang harus diterapkan dalam aktivitas maupun entitas bisnis: 
  • Tidak ada kecurangan dalam takaran dan timbangan 
  • Penentuan harga berdasarkan mekanis me pasar yang normal.
3. FREE WILL (KEBEBASAN BERKEHENDAK) 
Kebebasan disini adalah bebas memilih atau bertindak sesuai etika atau sebaliknya “Dan katakanlah (Muhammad) kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, barang siapa yang menghendaki (beriman) hendaklah ia beriman dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah ia kafir” Jadi, jika seseorang menjadi muslim maka ia harus menyerahkan kehendaknya kepada Allah. Aplikasinya dalam bisnis: 
  • Konsep kebebasan dalam Islam lebih mengarah pada kerja sama, bukan persaingan apalagi sampai mematikan usaha satu sama lain. Kalaupun ada persaingan dalam usaha maka, itu berarti persaingan dalam berbuat kebaikan atau fastabiq al-khairat (berlomba-lomba dalam kebajikan). 
  • Menepati kontrak, baik kontrak kerja sama bisnis maupun kontrak kerja dengan pekerja. “Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji”
4. RESPONSIBILITY (TANGGUNG JAWAB) 
Merupakan bentuk pertanggungjawaban atas setiap tindakan. Prinsip pertanggungjawaban menurut Sayid Quthb adalah tanggung jawab yang seimbang dalam segala bentuk dan ruang lingkupnya, antara jiwa dan raga, antara orang dan keluarga, antara individu dan masyarakat serta antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya.

5. BENEVOLENCE (KEBENARAN) 
Kebenaran disini juga meliputi kebajikan dan kejujuran. Maksud dari kebenaran adalah niat, sikap dan perilaku benar dalam melakukan berbagai proses baik itu proses transaksi, proses memperoleh komoditas, proses pengembangan produk maupun proses perolehan keuntungan.

6. KEBANGKITAN ETIKA BISNIS 
Sebenarnya, di Barat sendiri, pemikiran yang mengemukakan bahwa ilmu ekonomi bersifat netral etika seperti di atas, akhir-akhir ini telah digugat oleh sebagian ekonom Barat sendiri. Pandangan bahwa ilmu ekonomi bebas nilai, telah tertolak. Dalam ilmu ekonomi harus melekat nuansa normatif dan tidak netral terhadap nilai-nilai atau etika sosial. Ilmu ekonomi harus mengandung penentuan tujuan dan metode untuk mencapai tujuan. Pemikiran ini banyak dilontarkan oleh Samuel Weston, 1994, yang merangkum pemikiran Boulding (1970), Mc Kenzie (1981), dan Myrdal (1984).

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.